Traveling itu bukan melulu isinya senang-senang. Setuju? Banyak hal-hal yang di luar perencanaan atau di luar dugaan terjadi sewaktu -waktu saat jalan-jalan kita tersebut. Walaupun ha yang tidak menyenangkan terjadi, toh tetap seru kan? Justru itu akan menjadi hal yang memberikan kesan tersendiri atas jalan-jalan tersebut.
Nah, bermalam, menginap, spend the night, atau apalah itu istilahnya, seringkali terkait dengan kegiatan jalan-jalan kita. Banyak yang memilih tempat bermalam di tempat nyaman sebagai bayaran jalan-jalan yang melelahkan. Yang memilih bermalam ala kadarnya juga tidak sedikit. Alasannya bisa jadi untuk menekan ongkos jalan-jalan, atau bisa juga biaya tersebut mending dipakai untuk mengejar hal lain dalam jalan-jalan tersebut.
Saya sendiri, beruntungnya (atau sedihnya?) pernah mengalami pengalaman bermalam ekstrim pada beberapa perjalanan saya. Dari sini, bisa dijadikan pelajaran untuk acara jalan-jalan nanti kedepannya atau ya kenang-kenangan yang mengesankan bagi saya.
1. Menginap di KFC, Bali
Jaman mahasiswa itu, jaman yang serba pelit. Yang namanya jalan-jalan itu masuk ke kebutuhan tersier. Nah, suatu ketika dapat pengalaman untuk jalan-jalan ke Bali, setengah dipaksa. Kenapa dipaksa? Karena sebenarnya, saya dan salah seorang teman didelegasikan untuk mengikuti seminar internasional as a presenter. Akomodasi? Jelas mahal, acara sekelas internasional,kan? Sponsor? Minim! Hanya satu juta rupiah saja bantuan dari dosen untuk semua-semuanya.
Jadilah, bermalam ala kere pun kami alami di Bali saat itu. Malam pertama, kami harus bermalam di kawasan murah yang jauh dari lokasi konferensi.Malam berikutnya jauh lebih ekstrim. Transportasi bus pilihan kami selalu berangkat pagi-pagi buta, setelah subuh. Jadilah setelah presentasi hari itu, kami tak bisa langsung pulang melainkan menunggu keesokan harinya. Hal ini jelas diluar perencanaan dan kami tidak tahu harus bermalam dimana lagi. Bermalam di penginapan malam sebelumnya jelas tidak memungkinkan.
Beruntungnya, ada rekan mahasiswa yang mendapatkan sponsor yang jauh lebih baik dari kami. Tidak, mereka tidak berbagi tempat menginap. Dengan baik hati, mereka mengajak untuk menikmati Bali malam hari. Tanpa pikir panjang langsung kami berdua 'iyakan'. Lumayan sambil menunggu pagi. Sayangnya, kami hanya sanggup berkeliling hingga pukul 2 pagi. Masih tersisa tiga jam. Tiga jam terakhir kami habiskan di KFC 24 jam dekat pool bus yang akan kami naiki. Menu murah menjadi alasan kami stay di KFC tersebut. Spot pojokan jelas menjadi sasaran tempat kami. Saya kira waiter KFC tahu kalau kami hanya menghabiskan waktu alias menginap gratisan. Teman saya bahkan sampai tertidur. Kalau saya, saya tahan agar mata tidak merem. Sampai di pool bus, pihak bus memberti tahu kalau sebenarnya di pool tersebut biasa juga digunakan untuk menginap. Ya Tuhaaann,,kenapa baru tahu?
2. Bermalam di Kantor Polisi, Pulau Seribu
Masih di jaman pelit mahasiswa, tapi kalau ini murni rencana jalan-jalan. Lima orang, satu rombongan, backpacker-an ke kawasan Kepulauan Seribu. Dari sekian banyak tujuan kapal ke kawasan Kepulauan Seribu, kami memilih kapal yang menuju ke Pulau Pramuka. Waktu itu, target kami adalah Pulau Semak Daun, rekomendasi dari teman soalnya.
Namanya juga belajar jalan-jalan, penginapan pun tidak kami pikirkan sebelumnya. Saat di kapal, kami mulai bergerilya mencari info penginapan. Dari salah seorang ibu penjual ikan hias, kami mendapatkan harapan untuk bermalam di rumahnya, di Pulau Panggang. Ini pun kami sudah sangat senang. Tinggal di rumah warga, jelas lebih murah dari penginapan sebenarnya,bukan? Tapi, pada akhirnya kami tidak jadi menginap di rumah ibu tersebut. Ini karena ada tawaran yang lebih menggiurkan (murahnya) di tempat lain.
Ceritanya bagaimana? Sepulang dari pulau semak daun, kami mandi di Pulau Karya, tepat di depan Pulau Panggang, karena air bersih hanya di Pulau tersebut. Tidak hanya mandi, kami juga makan di warung sebelah kantor polisi. Usut punya usut, pemilik warung berasal dari Wonogiri. Tau sendiri lah kalau orang jawa ketemu orang jawa. Akhirnya, ibu penjual warung menawarkan untuk tidur di Kantor Polisi dan ternyata diperbolehkan. Satu ruangan, dengan kasur, plus TV, gratis! Mantap bukan? Bayarannya darah kami dijadikan santapan nyamuk sih. Tapi boleh lah. Oh iya, uang rokok 50rb sepertinya kami keluarkan untuk polisi yang piket malam itu juga ding (mengikuti saran ibu penjual warung, karena yang piket bukan polisi biasanya, kalau polisi biasanya pasti gratis polll!)
3.Mobil hotel, several places
Mari tinggalkan masa mahasiswa yang kere, sekarang beranjak ketika saya menjadi engineer telekomunikasi beberapa waktu lalu. Saat menjadi engineer lalu, berpindah-pindah tempat kesana kemari menjadi hal yang wajar. Sangat wajar malah. Bahkan bermalam pun seringkali saya lakukan di atas mobil. Bukan berarti saya tidak mau tinggal di hotel. Saya belum tentu sempat memesan hotel atau bahkan kadang sudah memesan hotel hanya untuk mandi dan meletakkan barang. Sayang, kan?
Contohnya seperti ini, engineer telekomunikasi itu, seringkali melakukan pekerjaan malam. Nah, kesempatan memasuki hotel kan sore. Menjelang malam, saya mulai standby di site. Jadi, check in sore, taruh barang, mandi, langsung keluar hotel untuk kerja. Pernah suatu ketika pekerjaannya sampai keesokan harinya. Jadi, hotelnya bisa dibilang tidak digunakan kan? Waktu di site, mobil kantor lah yang menjadi pengganti hotel. Bersofa, ber-AC, no nyamuk, lumayan nyaman lah.
Satu cerita lagi yang saya ingat betul adalah ketika saya bekerja hampir 22 atau 23 jam. Saya keluar hotel pukul dua pagi karena memang pekerjaan dimulai jam tersebut. Sedangkan selesainya adalah sekitar tengah malam di hari berikutnya. Dua puluh dua jam kan? Waktu itu pekerjaan saya di daerah Tegal. Sialnya, di waktu yang sama dengan hari sebelumnya, saya harus mulai bekerja di Pekalongan. Praktis, saya tidur pulas dalam perjalanan ke Pekalongan. Sopir saya terlalu hebat saat itu, dia ngebut, sehingga ada tambahan tidur sekitar satu jam lagi. Di kamar hotel teman saya yang sudah di pekalongan terlebih dahulu. Fiuhh..
4. Tidur di Luar Tenda, Gunung Cikuray
Yang terakhir adalah pengalaman saya bermalam saat camping. Okay, camping naik gunung memang salah satu jenis traveling yang jauh dari nyaman. Tapi, saya pernah kok tidur di luar tenda. Beralaskan terpal dan matras, serta beratap flysheet. Dan sayangnya itu adalah camping pertama kali saya. Jangan ditanya dinginnya seperti apa. Itu dingin bangeeet.. Belum lagi angin di ketinggian lebih dari 2800mdpl itu menambah dingin pastinya. Flysheet sampai saya turunkan untuk menghalau angin. Tapi, tetap saja hal ini tidak menolong. Mata saya hanya mampu terpejam tapi tidak mampu terlelap. Dingin masih berasa di kaki saya walaupun sudah memakai sleeping bag. Sampai akhirnya, saat pukul tiga pagi, salah satu teman saya bersuka rela untuk memberikan tempat tidurnya untuk saya. So, saya tidur sekitar satu setengah jam. Lumayan..
Oh iya, kenapa ceritanya bisa begini? There were six of us, sedangkan kapasitas tenda adalah empat orang. Beberapa setuju kalau tenda tersebut mampu dimuati enam orang. Saya setuju saja, mengingat saya adalah anak-baru-naik gunung, manut saja. Saya adalah orang terakhir yang bersiap untuk tidur sedangkan lima orang lainnya sudah tidur. Eventually, no more space! Saya hanya sanggup untuk duduk. Tidak bisa berbaring sama sekali. Akhirnya saya keluar tenda dan tidur di luar saja. Berusaha untuk tidur tapi tidak bisa tidur. Ya akhirnya, memejamkan mata yang lelah sambil menahan dingin. Sampai akhirnya, tertolong oleh teman saya tadi.
Itulah beberapa pengalaman bermalam saya saat traveling. Bisa jadi tidak menyenangkan. Tapi seru kok. Dan yakin saja kalau kemampuan adaptasi kita lebih dari yang bisa kita bayangkan. And, there is a quote:
"The worst day of traveling is better than the best day of working"
Mantab lah!
ReplyDeleteMaap ye!
Yg terakhir!
Sudah gw khawatirkan sih, tapi... gw lupa kalo badan cowok itu lebih lebar dan pasti sulit untuk tidut miring...
dimaapkeun! :D
Delete