Tepat satu menit
sebelum tengah hari HP saya berdering. Ternyata telepon dari petugas bus yang
menunggu kedatangan saya. Satu menit berikutnya saya seharusnya sudah berada di
terminal. Tapi kenyataannya setengah perjalanan pun belum saya tempuh. Dengan nada
sopan ibu di seberang bilang bahwa saya tetap akan ditunggu. Toh busnya sendiri
juga belum datang. Setidaknya demikianlah keterangan petugas tersebut yang
sedikit menenangkan saya.
Mudik kali ini
sepertinya akan menjadi cerita tersendiri. Kalau bicara firasat, semenjak
meninggalkan rumah pun rasa-rasanya kok memang ada yang mengganjal hati.
Diawali dengan packing yang gelagapan dari hari sebelumnya. Lalu pagi hari
sebelum berangkat tadi, karena tidur yang kebablasan menjadikan keberangkatan
tadi sangat terburu-buru. Macet menuju terminal ini pun di luar dugaan.
Seharusnya saya sudah sampai terminal sejak lima belas menit yang lalu.
Setengah jam
berikutnya, akhirnya saya sampai di terminal. Buru-buru saya menuju loket dan
mencari petugas bus yang menunggu saya. Dan beruntungnya saya benar-benar masih
ditunggu. Walaupun saya merasa bersalah karena terlambat, saya memang tidak
menelepon kembali petugas tersebut untuk memastikan atau mungkin memohon agar
tidak ditinggal. Entahlah, saya hanya tidak ingin. Tapi toh akhirnya memang
saya tidak ditinggal kan?
Hanya sebentar saja
saya berbicara dengan petugas tersebut. Disana saya hanya menukar kuitansi
dengan tiket. Dan wait? Fasilitas makan malam di-cancel karena hanya tiga orang
yang menginginkan fasilitas tersebut. Aduh,, buka puasa saya nanti bagaimana ceritanya.
Sepuluh ribu dari 350 ribu rupiah dikembalikan sebagai pengganti uang makan
malam. Kecapekan saya karena macet tadi membuat saya malas beradu argumen. Pun
sepertinya akan sia-sia saja. Dengan langkah gontai saya menuju bus. Terpampang
di sisi bus tulisan 'Angkutan Lebaran 2002'. Benar-benar bercanda ini. Pantas
saja bentuknya sudah ya-begitu-lah. Busnya terlihat seperti kakek renta karena
besi-besi yang keropos dan cat yang mengelupas. Saya mencari kursi nomer 13
milik saya. Setelah mengatur tas-tas, saya langsung duduk. Dudukannya terlalu
tegak. Tuas pengatur dudukan tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Okay,
inilah kursi nomor 13 sodara-sodara. Saya semakin siap kalau-kalau ada kejutan
lagi di depan sana. Pukul 13.00 bus yang saya tumpangi meninggalkan terminal.
Be nice with me, ya Pak Tua.
Sekitar pukul empat
saya terbangun dari tidur. Semenjak masuk tol tadi memang saya hanya
mengabiskan waktu untuk tidur atau membaca. Rekan duduk sebelah saya- anak
kecil seusia awal belasan tahun- sedang ngemil makanan dengan adiknya yang
duduk di depan. Rupanya dia tidak puasa. Udara terasa panas sekali seakan
AC-nya tidak berfungsi. Sepertinya inilah yang membangunkan saya. Tidak juga.
Di luar berbagai jenis kendaraan berjajar hampir tidak bergerak. Inilah yang
membuat udara bus makin panas. Ketika saya cek google-maps, ternyata saya
sedang di sekitar Cikampek. Di depan sana ada perempatan, mungkin disanalah
titik kemacetannya. Hanya beberapa ratus meter. Dan itu saya jadikan
penghiburan diri.
Setelah melalui dua
jam yang terasa panjang, bus berhasil membebaskan diri. Benar saja, perempatan
tersebut yang menjadi biang -kemacetan. Orang-orang yang masih menunaikan puasa
mulai riuh berbuka. Saya sendiri hanya mengambil beberapa teguk air dan sebungkus
beng-beng. Seharusnya bus akan berhenti sebentar lagi untuk memberikan
kesempatan berbuka. Orang-orang yang membawa bekal, lantas menyantap bekal
mereka masing-masing. Lambatnya jalan bus ini membuat kantuk saya datang
kembali. Tidur mungkin pilihan yang tepat sambil menunggu tempat pemberhentian.
Orang-orang di
bagian depan ramai sekali, terutama didominasi oleh teriakan ibu-ibu. Sontak
saya kaget lalu terbangun. Mobil tiba-tiba menepi. Karena masih mengumpulkan
nyawa, saya masih belum begitu bisa mencerna situasi. Lamat-lamat saya dengar
suara ibu-ibu yang menyebutkan api atau semacamnya. Ternyata muncul api dari
dashboard sopir. Saya pun bingung bagaimana bisa terjadi. Tapi memang demikian
infonya. Penumpang yang duduk di belakang saya menasehati sopir untuk segera
berhenti beristirahat karena sudah waktunya istirahat sejam beberapa jam yang
lalu. Terlebih lagi bagi yang berpuasa juga belum berbuka puasa. Saya langsung
ingat kalau perut saya hanya diganjal sebungkus beng-beng. Jam juga sudah
menunjukkan pukul 9.
Akhirnya bus
berhenti. Saya kurang tahu ini di daerah mana karena saya juga tidak begitu
hafal. Buru-buru saya mencari makan malam-buka puasa. Soto dan teh manis yang
hangat sepertinya akan bersahabat dengan perut saya yang telat makan ini.
Setelah memesan, saya langsung menuju kasir. Harga totalnya 28 ribu rupiah
saja. Baiklah ceritanya ini nombok 18 ribu dari uang yang dikembalikan petugas
tadi. Perut yang kenyang memang mangantarkan pada kantuk. Sekembalinya saya ke
bus, saya langsung tidur sajalah.
Benar saja, tak
perlu menunggu waktu lama bus pun langsung berangkat. Tak jauh dari tempat
keluar rumah makan bus mengisi bensin di pom yang letaknya tak begitu jauh.
Ternyata saya tidak langsung tertidur. Penjual makanan dan minuman berlalu
lalang di dalam bus menawarkan makanannya. Saya ditawari miz*ne seharga tujuh
ribu rupiah. Woww wait,,walaupun saya jarang sekali meminum minuman ini saya
kira harganya tidak semahal itu. Tapi memang akhirnya tidak saya beli juga
minuman itu. Sesaat sebelum bus melanjutkan perjalanan bapak bangku sebelah
memasangkan earphone beats yang setahu saya mahal itu ke handphone nokia
monochrome. Iya monochrome. Kombinasi yang tak lazim bukan? Oalah, dunia
ternyata sedang ingin menghibur saya. Senyum tersungging. Tertawa, di dalam
hati saja. Tak lama saya terlelap.
Saya terbangun
karena kegerahan. Tangan saya mencari-cari HP untuk mengecek waktu. Ternyata
tepat tengah malam. Mata saya berkeliling mempelajari keadaan. AC mati karena
mesin mati. Mesin mati karena bus berhenti. Masuk akal! Panasnya minta ampun!
Sepertinya keadaan
tidak sesederhana itu. Mobilnya ternyata berhenti di tengah jalan, mogok!
Sebagian penumpang sudah turun dari bus. Kepanasan seperti halnya saya. Saya
lantas ikut-ikutan turun. Dan akhirnya saya mendapati kenyataan bahwa oli
busnya habis. What??!! Apalagi ini? Di belakang bus kendaraan mengular dan
macet. Banyak polisi sudah di sekitaran bus mengatur jalanan yang macet,
menginterogasi sopir-kondektur, atau melakukan kontak dengan polisi lain.
Sementara itu, oli pun sedang diisi. Entah mendapatkan oli dari mana awak bus
tersebut.
Kondisi bus memang
mengkhawatirkan terkait dengan usianya. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya,
bahwa bus tersebut seharusnya digunakan sebagai angkutan lebaran lebih dari
satu dekade lalu. Menyadari kondisi ini, tidak hanya penumpang yang khawatir,
tapi juga para polisi. Sempat saya dengar kalau polisi ingin memaksa untuk
memindahkan penumpang ke bus lain dengan catatan semua biaya ditanggung pihak
bus. Setidaknya demikianlah yang saya dengar. Dari awak bus saya mendengar
kalau dia akan memberhentikan bus dan dari arah Solo menuju Jakarta untuk
menjadi bus pengganti.
Bus berhasil
berjalan normal kembali. Dalam waktu setengah jam kami sudah tiba di Terminal
Cirebon. Awak bus memenuhi janjinya untuk memberikan bus pengganti. Tapi kami
harus menunggu satu jam ke depan. Okay, safety first. Di Cirebon pukul satu
malam padahal normalnya sekitar magrib. Sudahlah, safety first okay.
Pukul tiga pagi,
saat waktu sahur, bus akhirnya datang. Kondisinya jauh lebih baik dari bus
sebelumnya tentunya. Setidaknya hal ini melegakan bagi kami para penumpang dan
tidak membuat khawatir. Para penumpang bergegas naik dan menempati tempat duduk
sesuai dengan nomor tempat duduknya. Dan tak perlu waktu lama kami langsung
berangkat. Sebelum melanjutkan perjalanan terlalu jauh, bus sempat mampir ke
rumah makan untuk memberikan kesempatan bagi yang ingin melakukan sahur.
Dengan kondisi bus
yang baik ini , perjalanan pun berlanjut aman dan nyaman. Dalam dua belas jam
bus tiba di Terminal Tirtonadi, Solo.
Lumayan lama. But, it's okay yang penting selamat. Saya sempat khawatir tidak
memperoleh bus ke arah rumah saya. No more bad luck now! Masih ada bus mengarah
rumah saya. Dalam satu atau dua jam ke depan I'll be at my home. Well,
perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, 28 jam. Beginilah mudik, kalau
tidak begini, bukan mudik namanya. Some say so...
No comments:
Post a Comment