Sekali ini, kembali lagi ingatan masa kecil muncul di kepala. Saya jadi teringat semacam quote yang menyatakan kalau malam mempertajam ingatan kita. Begitu pula malam ini, ingatan masa kecil tersebut muncul dan ingin sekali dituliskan.
Untuk kali ini memori saya tertarik ke masa saya pulang sekolah saat sekolah dasar dulu. Saat dimana pulang sekolah tak hanya 'sekedar' pulang sekolah. Karena ada aktivitas 'ekstra' sembari perjalanan pulang sekolah tersebut.
Jalanan dari dan ke rumah (embah) saya bisa dibilang cukup sulit. Jarak sekolah saya dengan rumah (embah) cukup jauh sekitar 2 km. Untuk ukuran anak SD mungkin ditempuh dalam setengah jam. Untuk jalanannya sendiri, kala itu sudah beraspal. Akan tetapi, aspalnya itu aspal yang sudah rusak. Jadi, jalanan umum yang saya lewati itu ya banyak berserakan kerikil lepas. Kalau musim hujan? Ya silakan dibayangkan sendiri,hehe.
Tapi sebenarnya, jalan tersebut hanya jalan utama saja dan ada jalan 'alternatif' untuk menuju sekolah atau pulang ke rumah. Kalau orang jawa jalan ini disebut sebagai jalan 'trabasan'. Mungkin term jalan alternatif juga kurang cocok melainkan jalan tikus yang lebih cocok atau bahasa kerennya shortcut. Tantangannya bukan lagi sekedar jalanan yang ditinggal oleh kerikil-kerikil aspalnya tapi jalanannya berupa jalan setapak yang hanya bisa dilewati kaki manusia, bukan motor atau bahkan mobil. Apalagi, ada sungai yang musti diseberangi dan hutan-hutan yang musti disusuri (cool!! :p). Untuk waktu tempuhnya, tentu jauh lebih singkat.
Saat itu saya dan teman-teman merasa senang-senang saja untuk nrabas tersebut. Bukannya kenapa-kenapa, tapi karena memang mempersingkat waktu pulang. Dan lagi, biasanya saya nrabas kalau waktu pulang sekolah saja. Saat berangkat saya dan teman-teman tidak mau lewat 'jalan tikus' tersebut karena khawatir bajunya kotor, harus melepas sepatu, repot. Jadilah pilihan yang tepat untuk nrabas adalah saat pulang sekolah saja, sudah tidak perlu repot-repot memperhatikan kerapihan, bisa leluasa nyeker untuk menyeberangi sungai, dan yang paling penting adalah cepat sampai rumah karena perut sudah keroncongan,hehe
Nah, kadangkala saya dan teman-teman memunguti kayu bakar sepanjang kami menyusuri hutan. Inilah aktivitas 'ekstra' yang saya singgung di awal. Kalau diingat-ingat, sebenarnya embah saya tidak menyuruh saya untuk mencari kayu bakar tersebut. Tapi toh saya dan teman-teman melakukannya :D. Untuk motivasinya sendiri apa ya? Simply, mungkin kami ingin meringankan orang tua-orang tua kami dalam mencari kayu bakar, atau sekalian untuk membersihkan jalan setapak yang kami lewati, atau mungkin untuk bersenang-senang saja (maklum anak kecil) atau mungkin karena semua alasan tersebut. Entahlah,, intinya sembari pulang kalau melewati jalan tersebut biasanya tangan yang satu menenteng sepatu, tangan yang lain memegang tumpukan kayu. Seru euy :p
Well, at last this memory has been recorded. Yang pasti saya senang sekali mendapati pengalaman tersebut. Tidak hanya sekarang, sejauh saya mengingat memang hal itu menyenangkan.
Note: Sumber foto
No comments:
Post a Comment