Pages

Thursday, April 14, 2016

Perubahan Pola Pikir Yang Musti Dibangun dalam Pendidikan Generasi Setelah Kita

Sepertinya memang sulit dipungkiri kalau dunia ini sedang bergerak dengan cepatnya. Sementara saya malah jadi bernostalgia kalau melihat apapun berbau era 90an, anak-anak sekarang, remaja ke bawah, melihatnya seperti hal kuno. Bisa-bisa tidak mengerti sama sekali dengan hal-hal itu sekalipun hanya terpaut satu dekade. Saat generasi saya senyum-senyum mengenangnya, anak-anak ini tidak mengerti maksudnya apa. 

Di lain cerita, teman-teman sebaya saya yang sebagian sudah memiliki momongan membuat grup whatsapp, facebook, dan sederet lainnya, ramai akan tips ini-itu dalam mengasuh, membesarkan, mendidik anak mereka. Seringkali saya enggan bergabung dalam diskusi-diskusi itu. Tapi, ada beberapa topik yang dapat menggerakkan perhatian saya, bilamana topik yang diangkat adalah mengenai pendidikan anak-anak. Setidak-tidaknya saya masih punya keingintahuan tinggi sampai rela baca kalau ada artikel terkait atau ikut serta diskusi jika ada yang membahasnya.

Sistem pendidikan anak-anak kita sekarang ini sepertinya memang harus diubah. Yang ingin saya tekankan di sini adalah output dari sekolah yang ada malah ingin membuat pola pikir yang seragam dan kurang kreatif. Selain itu, tentang nilai-nilai agar diri mereka ada untuk menciptakan dunia yang lebih baik juga kurang ditanamkan di sistem pendidikan kita. Sepenglihatan saya, selain dunia ini semakin maju, yang paling kelihatan jelas adalah kemajuan teknologinya, di sisi lain ada nilai-nilai kehidupan yang mengalami kemunduran. Nilai-nilai sosial kemanusiaan sepertinya meredup dan tidak bisa mengimbangi kemajuan teknologi tersebut.

Tempo hari saya mendapati video TedTalks dimana yang melakukan presentasi adalah dua orang anak-anak perempuan. Okay, bukan sekedar anak-anak, tapi anak-anak dari Indonesia, Bali tepatnya. Saya terharu dan kembali merasa penuh harapan melihat apa yang mereka perbuat. Jadi, mereka itu menjalankan proyek untuk melarang kantong plastik di daerah mereka. Tujuannya tentu mengurangi sampah plastik yang mencemari lingkungan. Itu jelas bukan proyek sepele. Dan mohon diingat kembali mereka masih anak-anak. Sekalipun mereka mengerjakan proyek yang lebih sepele dari itu, tapi dengan niatan dan pola pikir yang sama, saya sangat mengapresiasinya. 

Lantas saya teringat contoh lainnya lagi, ada seorang anak warga negara Belanda yang memiliki tekad untuk membersihkan lautan dari sampah. Namanya Boyan Slat dengan proyeknya diberi nama "The Ocean Clean Up". Usianya masih remaja saat dia memulai proyek itu. Ide yang dipikirkannya disambut baik oleh berbagai pihak dan didukung secara penuh tanpa melihat usianya yang masih muda.

Tenang, saya masih ingin menceritakan dua temuan saya dari TedTalks. Masih terkait dengan misi penyelamatan lingkungan, saya mendapati seorang guru yg memberikan pengajaran yg sangat berbeda dari biasanya. Misi awalnya adalah memberikan pola pengajaran agar sains menjadi hal yang menarik bagi anak-anak. Anak didiknya masih setingkat sekolah dasar.  Pengajarannya menggunakan problem based berupa proyek. Penyelesaian masalahnya menggunakan instrumen-instrumen sains. Selain menyenangkan, anak-anak itu bisa melihat secara langsung hasil akhir dari apa yang dia kerjakan. Proyek yang mereka kerjakan termasuk penanganan air bersih di Bangladesh dan ledakan reaktor nuklir Fukushima, yang mana merupakan masalah yang jauh dari tempat mereka berada.

Yang terakhir adalah seorang anak kecil yg menerapkan istilah hackschooling. Seorang anak kecil yang sudah tahu betul ingin apa kelak besar nanti. Dia sudah sadar mengenai pendidikan saat ini yang perlu adanya perubahan karena menurut dia sistem pendidikan itu tidak efektif untuk mencapai apa yg dia inginkan. Lantas dia meramu sendiri hal-hal yg dia butuhkan untuk itu. Tidak perlu mengambil pendidikan formal, dia menyusun kurikulum khusus untuk dirinya sendiri. Kurikulum pelajarannya juga tidak sepenuhnya fokus untuk goalnya itu. Di dalamnya masih dia selipkan pelajaran dasar seperti matematika dan fisika atau pelajaran lain seperti kesenian dan aktivitas outdoor.

Dari contoh-contoh tadi, saya mengamini kalau yang dibutuhkan anak-anak kita nanti bukan lagi sistem pendidikan yang menghasilkan manusia yg seragam. Saya kira nilai berpikir kritis dan dinamis kurang tertanam dengan baik di sistem pendidikan kita saat ini. Mungkin tidak akan lama lagi pekerjaan-pekerjaan kita akan diambil alih oleh robot atau teknologi otomasi sejenisnya. Maka dari itu, kita harus kembali lagi menciptakan pendidikan yang mengasah kreatifitas dan berpikir kritis karena itulah yang tidak akan dicapai oleh kemajuan teknologi. Setidaknya dalam waktu dekat ini.

Kemudian, yang lebih penting lagi adalah nilai empati dan rasa kemanusiaan. Itulah nilai yang juga sangat dibutuhkan, yang menjadikan kita sebenar-benarnya manusia. Dengan mengetahui pentingnya kesadaran untuk menyelesaikan masalah-masalah untuk kepentingan hidup bersama sejak dini, nantinya mereka akan menjadi orang-orang non-egois yg tidak hanya melihat kehidupan hanya tentang materi saja. Kita hidup bersama-sama, di bumi yang sama. Sudah menjadi kewajiban kita juga bahwa keberlangsungan bumi dan kehidupan kita menjadi tanggung jawab bersama. Baik saat ini maupun yang akan datang. 

 Sudah semestinya kita mempertimbangkan sistem pendidikan dengan pendekatan lain. Kalau tidak dapat menggantikan, setidaknya dapat menjadi pendampingan pendidikan. Nilai-nilai berpikir kritis dan kolaboratif harus semakin ditanamkan dalam pendidikan anak-anak kita ke depannya. Pesan yang harus disampaikan adalah untuk menjawab tantangan penyelesaian berbagai masalah yang ada di bumi ini. Tidak perlu juga mengeliminasi materi pendidikan dasar yang justru membangun pola pikir logis dan kritis. Karena hal itu dapat menjadi bekal dalam melihat dan menyelesaikan masalah. Selain itu, bukan lagi saatnya satu orang dapat melakukan banyak hal. Tapi, iklim kolaboratif harus terus dibangung. Yang musti diingat adalah goal untuk menyelesaikan permasalah. Apabila mendapati kesulitan, langsung dicari resource yang ada. Saya kira, ditengah-tengah arus informasi yang demikian mudah, tidak akan sesulit dulu jika ingin mencari sumber daya pengetahuan ataupun manusia. Apabila pola pendidikan seperti ini dikaji dan nantinya diterapkan dengan baik, saya menantikan untuk menyaksikan perubahan-perubahan baik di dunia ini yang dihasilkan oleh tangan-tangan generasi kita selanjutnya.a

No comments:

Post a Comment