Pages

Saturday, October 27, 2012

Pengobat Penat - Mengejar Keanggunan Bromo (Part 2)

Well, melanjutkan cerita petualangan saya menjelajahi bromo, kali langsung saya menceritakan ke empat titik destinasi kami. Here we go..

1. Penanjakan- Penantian Matahari Terbit

Penanjakan lebih seperti 'titik pandang' di atas bukit. Jalan yang tidak lebar dengan ratusan jeep berjejal menuju Penanjakan, memaksa kami untuk turun cukup jauh dari titik penanjakannya. Kemudian kami harus melanjutkan ke Titik Penanjakan dengan jalan kaki. Seharusnya cukup capek untuk berjalan sejauh itu, tetapi telah tertutupi dengan rasa antusiasme kami. Beberapa dari kami juga sempat menggunakan jasa jaket penghangat. Saya sendiri tidak menyewa jaket yang dikenakan tarif cukup murah tersebut- harganya 5rb atau 10rb (maaf lupa -__-)

Bukan hal yang mengherankan ketika kami sampai di titik Penanjakan melihat ratusan orang telah mengambil posisi terbaiknya masing-masing untuk menunggu matahari terbit. Selain dingin, kondisinya juga gelap gulita. Layar handphone dan blitz kamera yang memberikan penerangan seadanya. Ya, sambil menunggu matahari terbit, sebagian besar turis berfoto ria terlebih dulu. Alhasil, cuma siluet-siluet gelap manusia yang mampu bisa kami lihat.  


Saat itu sedang bulan sabit, dan bulannya berada di sisi timur-sangat indah karena langit terlihat cerah. Ketika semburat merah mulai merekah di ufuk timur, orang-orang semakin antusias. Handphone, kamera pocket, kamera SLR semua dikeluarkan untuk menangkap momen terbaik matahari terbit. Dan memang tak diragukan lagi langintnya sangat indah. Seperti dugaan saya, ketika matahari terbit, bulan sabitnya tetap terlihat, dan itu merupakan salah satu pemandangan terbaik yang pernah saya lihat dalam hidup saya. 

Matahari semakin merangkak naik, pemandangan di depan kami semakin jelas. Sebelumnya saya tidak tahu kalau bromo ternyata di depan kami. Setelah momen matahari terbit, objek foto selanjutnya adalah pegunungan bromo yang terhampar di depan mata kami. Orang-orang mengantri untuk mendapatkan background bromo. Dan yang membuat saya senang adalah turis yang satu dengan senang hati mengambilkan foto turis yang lain-siapapun itu. Simple, tapi keren. Bahkan saling menawarkan diri, tidak perduli turis lokal atau turis mancanegara. Memang setelah matahari menerangi kami, ternyata diantara siluet-siluet gelap tadi, banyak diantaranya adalah turis mancanegara. Tak lupa saya juga harus mengambil foto saya berlatar bromo. 

Sinar matahari semakin terik, kami memutuskan untuk lanjut ke tempat ke dua. Jaket-jaket yang disewa sudah mulai dikembalikan. Satu hal yang saya heran adalah si empunya jaket masih ingat jaket mereka masing-masing dan tidak takut jaketnya hilang. Awalnya saya tidak yakin apakah semudah itu jaketnya kembali. Saat jaketnya disewakan, hari masih sangat gelap, sangat mungkin si empunya maupun si penyewa tidak mengenali muka satu sama lain. Well, pada akhirnya mereka tetap menemukan jaket mereka dan bukan kami yang repot mencari pemilik jaket tapi merekalah yang menghampiri kami. Okay, the journey must go on..up next Kawah Bromo

2. Kawah Bromo

Untuk mencapai kawah bromo, kita harus turun lagi. Dan lagi-lagi menuruni jalanan terjal yang dilalui saat berangkat tadi. Dan saya baru tahu kalau sebenarnya Gunung Bromonya kami lewati waktu berangkat pagi-pagi buta tadi (ya memang gelap, sudah pasti tidak terlihat sekalipun ada gunung sebesar itu). 
Padang pasir luas di depan mata, lagi-lagi pemandangan yang luar biasa. Di sisi kanan kami Gunung Bromo berdiri tegap. Tetapi mobil jeep tiba-tiba berhenti-parkir. Well, saya memang tidak berpikir jeepnya bisa naik ke atas gunung, tapi saya kira tidak sejauh itu pula parkirnya. Never mind, sudah kepalang tanggung,  terlalu lemah kalau semangat saya terkalahkan oleh jarak. Dari kejauhan gunungnya bagus, ada satu pura terletak di depan Gunung Bromo. Mari kita mulai dengan beberapa langkah dulu.



Tinggal dua orang dari kami yang mencoba untuk menjajaki tanjakan Bromo, yang lainnya menyerah ketika baru setengah jalan. Sebenarnya ada jasa penyewaan kuda. Tetapi tarifnya cukup mahal, sekitar 100ribuan (saya urungkan niat saya untuk menyewa, sedangkan jeep saja ngutang :D). Saking banyaknya orang, debu-debu berterbangan karena injakan kaki manusia maupun kuda. Belum lagi bau kotoran kuda yang berserakan di jalan sesekali menguar terutama kotoran yang masih 'segar' (segar??hiyakss)

Sesampainya di ujung hamparan padang pasir datar, tantangan berikutnya adalah tanjakan ke kawah bromo. Jalanan semakin luar biasa berdebu, kupluk saya bukan lagi di kepala tapi di depan hidung. Jadilah rambut saya jadi sarang debu. Tanjakan terkahir adalah tanjakan berupa tangga-saat itu padatnya luar biasa. Saya tidak yakin sanggup berlama-lama di antrean itu, saya ambil jalan di samping tangga, tanjakan curam, tanpa anak tangga, tanpa pegangan, berpasir, less-safety (mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa ya Allah).

Apparently, memang tidak mudah menanjak di sisi tangga. Saya harus merangkak dan berhati-hati. Sesekali harus tergelincir-merosot beberapa meter ke bawah lagi. Sesekali saya beristirahat mengambil nafas. Paling-paling saya berhenti untuk memandang indahnya gunung di sebelah kanan saya. Dan memang pada akhirnya kerja keras selalu berbuah hasil (siapapun tahu ini cuma kadang-kadang lupa dan tidak sadar, termasuk saya :D). Finally, saya berada di puncak bromo-yeahh...

Lalu apa? sudah,,memang begitu saja. Ada kawah bromo di depan kita. Mau nyebur? Tentu tidak. Saya juga bingung. Saya rasa memang perjalanan ke puncak bromo itu untuk belajar. Belajar untuk memilih jalan. Belajar untuk menaklukan apa yang kita hadapi tantangan di depan kita. Dan pada akhirnya akan mencapai posisi tertinggi kita. Hasilnya bukan selalu sesuatu yang kita lihat. Boleh jadi sesuatu yang harus kita renungkan. Dan saya merenung (seperti halnya orang di sebelah saya, yang sepertinya sudah berdiam di situ sejak lama), saya berdoa, saya bersyukur, saya hidup dengan nikmat yang melimpah (ini jadi filosofis begini ceritanya??).'Ritual' sudah selesai saya lakukan, tinggal mengabadikan momen saya disana. Saya bahkan sempat dimintai tolong untuk mengambil foto sepasang kakek-nenek-turis mancanegara (woww banget kan?). Jepret..jepret.. selesai.

Perjalanan turun tentunya mudah. Tinggal tarik memori masa kecil saat main perosotan dulu. Saya juga mempercepat langkah saya, karena teman-teman yang lain pasti sudah lama menunggu. Saat saya kembali, saya melihat mobil jeep berjejer banyak. And it looks very cool..Perjalanan pun lanjut ke tempat ke-tiga, The Savana.

3. Savana

Apa ya yang bisa diceritakan tentang savana ini? Ya savana,padang rumput hijau terhampar luas. Dikelilingi pegunungan hijau di sekelilingnya. Well, simply you won't feel like you are Indonesia, but there you are. Indonesia memang seindah, secantik, dan semenawan itu.



Saya langsung tiduran di atas rumput memandangi langit biru-just like a sky that I used to see, long time ago. Jepret..jepret..jepret.. yang lainnya asik berfoto. Saya bergabung di sesi foto-foto, tertawa, lega, menyenangkan. Kerjaan saya entah ada di memori mana di jauh sana. Bahkan kami sempat menikmati es krim. Lumayan mengherankan menemukan es krim keliling di tempat itu. Beberapa orang bersepeda di savana tersebut-cara lain untuk bersenang-senang. Terakhir, saya berkeliling sebentar, mengambil beberapa foro bunga-bunga indah yang ada disekitar situ. Waktu yang kami habiskan di savana memang tidak lama. Dan kami lanjut ke tempat selanjutnya.

4. Pasir Berbisik

Saya kurang tau kenapa tempat tersebut dipanggil sebagai pasir berbisik. Sebelumnya saya sempat googling, akan ada 'bisikan' suara ketika padang pasir tersebut tertiup angin. Well, that is really a wide grey-dessert. Kontras sekali dengan savana yang saya lihat sebelumnya. Dari yang tadinya hijau-adem, lalu berubah menjadi warna abu-abu-gersang dengan latar pegunungan di sekelilingnya yang juga terkesan abu-abu. Saat itu saya sedang merasa di planet lain saja. 


Saat itu benar-benar hanya padang pasir, dua karang, beberapa jeep, dan sekumpulan orang. Ada juga yang membawa motor trail. Cuma itu saja. Di sini kami juga hanya melakukan sesi foto-foto seperti halnya di savana. Kalau dari pasir berbisik ini, kita juga bisa memperoleh background bromo. Tentu saja puas berfoto-foto kami langsung pulang. Sepertinya semuanya terlihat kelelahan.

Kapanpun dan kemanapun itu selalu ada waktu untuk pulang. Dan jadilah kita pulang. Mampir terminal untuk mengambil mobil dulu lalu mengajak Bapak-jeep ke ATM untuk mengambil uang. Surabaya menanti kami. Kasur menanti kami :D. Mohon maaf sekali kepada bapak driver karena masih harus menyetir menuju Surabaya. Satu lagi petualangan saya punya-petualangan menakjubkan. 

Part 1: Pengobat Penat - Mengejar Keanggunan Bromo (Part 1)
 


No comments:

Post a Comment